Kekuasaanini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang- undang."
LembagaNegara, Ketahui Legislatif hingga Eksaminatif. Indonesia memiliki lembaga negara utama meliputi legislatif hingga eksaminatif dalam bertugas menjalankan pemerintah yang berdaulat. Adanya lembaga negara ini bertujuan untuk membuat kedaulatan sebuah negara ada di tangan rakyat dan dijalankan berdasarkan UUD 1945.
Kekuasaanlegislatif adalah kekuasaan untuk membentuk undang - undang yang dipegang oleh DPR yang ditegaskan dalam pasal 4 ayat 1 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Kekuasaan eksekutif. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang - undang dan penyelenggaraan pemerintahan negara yang pegang oleh Presiden yang
. Pelaksanaan Sistem Pemerintahan di IndonesiaPelaksanaan sistem pemerintahan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pelaksanaan konstitusi yang berlaku di Indonesia, yang dimulai sejak proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai dengan Pelaksanaan sistem pemerintahan di Indonesia dapat diperinci sebagai berikut1. Sistem pemerintahan negara menurut UUD 1945 masa 18 Agustus 1945 s/d 27 Desember 1949Menurut UUD 1945 Negara Indonesia tidak menganut suatu sistem pemerintahan sebagaimana negara-negara lain, tetapi menganut suatu sistem yang berdasarkan atas kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, belumlah memiliki Undang Undang Dasar, Presiden dan wakil maupun alat kelengkapan negara lainnya. Akan tetapi negara Indonesia telah memiliki sebagaian syarat-syarat untuk berdirinya suatu negara yaitu telah mempunyai wilayah dan tetapi belum mempunyai pemerintahan. Baru tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaaan Indonesia PPKI yang merupakan wakil wakil dari rakyat Indonesia mengambil peran untuk menyempurnakan negara,maka PPKI bersidang untuk pertama kalinya pada tanggal 18 Agustus 1945, menghasilkan tiga keputusan penting bagi kehidupan negara. Tiga keputusan penting itu adalahMenetapkan dan mensahkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai Undang-Undang Dasar 1945. Memilih Ir. Soekarno sebagai Presisden dan Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil PresidenSebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat, pekerjaan Presiden Sementara waktu dibantu oleh sebuah Komite Nasional, yang kemudian dikenal sebagai Komite Nasional Indonesia Pusat KNIP .Pada sidangnya yang kedua tanggal 19 Agustus 1945 Panitia persiapan kemerdekaan Indonesia juga berhasil mengambil dua keputusan yaitu Penetapan dua belas Kementrian dalam lingkungan pemerintahan yaitu Kementrian Dalam negeri, Luar negeri, Kehakiman, Keuangan, Kemakmuran, Kesehatan, Pengajaran, Sosial, Pertahanan, Perhubungan dan Pekerjaan UmumPembagian Daerah Republik Indonesia dalam delapan propinsi yaitu Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan sebagai suatu negara yang baru merdeka dalam perjalanannya mengalami berbagai rongrongan maupun rintangan yang tidak kecil baik dari dalam negeri yang berupa pembrontakan pembrontakan maupun dari luar negeri, utamanya penjajah yang ingin kembali. Untuk menghadapi berbagai rongrongan dan rintangan tersebut orientasi kehidupan bangsa Indonesia diarahkan pada perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan. Oleh karenanya dapat dipahami jika terjadi perubahan perubahan dalam praktek ketatanegaraan dengan tanpa merubah ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Dasar sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem Presidensiil hal tersebut sebagaimana yang terlihat dalam pasal 4 ayat 1 maupun dalam pasal 17 Undang-Undang Dasar 4 ayat 1 menyatakan bahwa Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan menurut 17 menyatakan Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara, yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Menteri -menteri itu memimpin departemen uraian diatas dapat disimpulkan bahwa negara Indonesia menganut sistem pemerintahan alat kelengkapan negara yang menjalankan kekuasaan negara itu meliputi MPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara dan Pelaksana Kedaulatan rakyat yang mempunyai fungsi konstitutifDPR sebagai pelaksana kekuasaan pembentuk Undang-Undang yang mempunyai fungsi legeslatifPresiden sebagai pelaksana kekuasaan pemerintah, yang mempunyai fungsi legeslatif, eksekutif, dan sebagai kepala negaraDPA sebagai pelaksana kekuasaan Konsultatif yang memberikan pertimbangan kepada presidenBPK sebagai pelaksana kekuasaan eksaminatif / Inspektif yang melakukan pemeriksaaan keuangan sebagai pelaksana kekuasaan yudikatif yang bertugas mengawasi pelaksanaan kurun waktu berlakunya Udang undang dasar 1945 yang pertama ini telah terjadi perubahan perubahan yang mendasar yaituBerdasarkan maklumat Wakil Presiden No X tamggal 16 Oktober 1945 dikeluarkan keputusan yang memberikan kewenangan yang luar biasa kepada BP KNIP untuk menjalankan kekuasaan legeslatif yang semula kekuasan tersebut dipegang oleh Presiden sesuai dengan pasal IV aturan Peralihan yang bunyinya ”Sebelum MPR ,DPR dan DPA dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh presiden dengan bantuan sebuah komite nasional”.Tanggal 3 Nopember 1945 dikeluarkan maklumat pemerintah untuk mendirikan partai politik. Setelah dikeluarkannya maklumat tersebut secara resmi berdiri 10 partai Pemerintah Tanggal 14 Nopember 1945. Kabinet presidensiil yang dibentuk dan dipimpin oleh Presiden Soekarno pada tanggal 2 September 1945 menurut ketentuan UUD 1945 belum genap tiga bulan. Pada tanggal 14 Nopember telah terjadi perubahan dari sistem Presidensiil menjadi kabinet parlemënter yang dipimpin oleh Perdana Menteri Syahrir. Dalam kabinet ini menteri-menteri tidak lagi menjadi pembantu dan bertanggung jawab kepada Presiden tetapi bertanggung jawab kepada KNIPPerubahan kabinet tersebut berawal dari usul BP KNIP pada tanggal 11 Nopember 1945, mengenai pertanggungan jawab menteri kepada Perwakilan rakyat. Presiden menerima baik usulan BPKNIP dan pada tanggal 14 Nopember 1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah yang isinya merubah sistem Kabinet Prseidensiil menjadi Kabinet Parlementer yang berdasarkan asas-asas demokrasi liberal. Dengan membubarkan kabinet yang pertama dan membentuk kabinet baru yang bertanggung jawab kepada Komite Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Menurut Konstitusi RIS masa 27 Desember 1949 s /d 17 Agustus 1950Pada masa ini telah terjadi perubahan konstitusi dari Undang-Undang Dasar 1945 menjadi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat. Pergantian dari UUD 1945 menjadi konstitusi RIS tersebut, sejalan dengan adanya upaya upaya belanda untuk tetap mengembalikan kekuasaannya. Upaya yang dilakukan adalah dengan mendirikan negara- negara boneka seperti Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, dan diberbagai daerah lainnya. Negara- negara tersebut selanjutnya bergabung dengan Belanda dalam BFO Bljeenkomst voor Federale Overleg atau pertemuan untuk permusyawaratan Federal. Disamping itu juga Belanda terus berupaya mengurangi dan memperlemah wilayah kekuasaan pemerintah Republik Indonesia melalui tekanan tekanan politik maupun tekanan-tekanan militer, yang selanjutnya melahirkan perjanjian Lingarjati maupun perjanjian Lingarjati yang disetujui pada tanggal, 25 Maret 1947 berisikan antara lainPengakuan pemerintah belanda atas kekuasaan Pemerintah RI yang meliputi Jawa, Madura, dan SumateraPemerintah Belanda bersama sama pemerintah RI segera menyelengarakan berdirinya negara yang berdaulat dan demokratis yang selanjutnya disebut negara Indonesia Unie Indonesia Belanda dengan kepala Unie adalah Mahkota. Perjanjian Renville disetujui pada tanggal 17 Januari 1948 diatas kapal USA “Renville” yang isinya antara lain wilayah RI menjadi lebih kecil Iagi yaitu Jawa tinggal separo dan Sumatera tinggal 4/5 bagian dari seluruh daerah RI”. Usaha usaha tersebut pada kenyataannya tidak berhasil, akhirnya Belanda melancarkan agresi militer yang pertama tahun 1947 dan dilanjutkan agresi militer yang kedua tahun 1948. Akibat dari agresi meliter tersebut justru Belanda semakin tertekan oleh dunia dan semakin memperkuat kedudukan politik dan militer pemerintah Indonesia, Akhirnya karena tekanan-tekanan internasional, Perserikatan bangsa-bangsa turun tangan untuk menyelesaikan pertikaian tersebut. Untuk itu diselenggarakan Konferensi Meja Bundar di Negeri Belanda, yang dimulai tanggal 23 Agustus 1949 sampai dengan 2 Nopember 1949, yang diikuti oleh Delegasi RI, BFO, Belanda, dan Komisi PBB untuk Indonesia yaitu UNCI United Nations Comission for Indonesia .Konferensi tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan yaituDidirikan negara RIS Penyerahan Pengakuan kedaulatan oleh pemerintah Belanda kepada RISDidirikan Uni antara RIS dengan itu delegasi RI bersama delegasi negara negara yang tergabung dalam BFO membuat Rancangan Undang-Undang Dasar bagi negara RIS yang akan didirikan. Akhirnya setelah mendapatkan persetujuan dari kedua belah pihak. Rancangan UUD tersebut diberi nama Konstitusi RIS yang berlaku mulai tanggal 27 Desember 1949 bersamaan dengan pengakuan kedaulatan dari Belanda kepada sejak saat ini RI dengan UUD 1945 menjadi salah satu dari 16 negara bagian dari RIS. Sejak berlakunya konstitusi RIS yang berlaku adalah demokrasi liberal dengan sistem pemerintahan parłementer. Pemerintah menurut Konstitusi RIS adalah Presiden dan Menteri menteri. Dałam menyelenggarakan pemerintahan Presiden tidak dapat diganggu gugat, akan tetapi tenggung jawab kebijakan pemerintah berada ditangan menteri baik secara bersama sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri sendiri. Pada masa ini sebagai pelaksana kekuasan negara ada pada PresidenMenteriSenatDewan Perwakilan RakyatMahkamah AgungDewan Pengawas Keuangan3. Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Menurut UUD 1950 kurun waktu tanggal 17 Agustus 1950 s/d 5 Juli 1959RIS terdiri dari 16 negara bagian, negara RI adalah salah satu dari negara bagian yang berdiri sejak tanggal 27 Desember 1949 itu hanya bertahan kurang dari satu tahun. Dewan perwakilan rakyat RIS, yang bersidang mulai tanggal 15 Februari 1950, mendesak agar RIS dibubarkan dan kembali ke negara kesatuan RI. Satu persatu negara bagian itu bergabung, dengan kesatuan RI. Atas dorongan rakyatnya negara bagian Sumatera Timur, negara bagian Indonesia Timur mengusahakan agar pemerintah pusat RIS berunding dengan negara bagian RI untuk mempersiapkan pembentukan negara kesatuan Republik Indonesia. Pada tanggal 19 Mei 1950, tercapailah persetujuan antara RIS dengan RI untuk membentuk negara kesatuan Republik tangal 15 Agustus 1950, Presiden Soekarno menyatakan bahwa negara kesatuan Republik Indonesia akan terbentuk pada tanggal 17 Agustus 1950. Pada tanggal 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno memproklamasikan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan suatu bentuk pemerintahan yang demokrastis, dengan system pemerintahan parlementer. Menteri menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing umtuk bagiannya sendiri-sendiri “.Pemerintah menurut UUD Sementara adalah Presiden, Wakil Presiden bekarjasama menteri-menteri. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat akan tetapi tanggungjawab kebijakan pemerintah berada ditangan menteri menteri, baik secara bersama sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri sendiri dengan alat perlengkapan negaraPresiden dan wakil presidenMenteri menteriDewan Perwakilan RakyatMahkamah AgungDewan Pengawas KeuanganUndang-Undang Dasar yang dipergunakan untuk negara kesatuan RI, yaitu Konstitusi RIS Yang diubah oleh sebuah panitia Yang diketuai oleh Prof. Soepomo, menjadi Undang-Undang dasar 1950, oleh karena itu pelaksanaan demokrasi pada masa ini tidak jauh menyimpang dari apa yang diatur dalam konstitusi RIS yang berbau demokrasi liberal dalam kehidupan politik Dasar 1950 merupakan suatu Undang-Undang yang Sifatnya sementara, yang berlaku sampai dewan konstituante dapat menyusun dan menetapkan Undang Undang dasar yang sifatnya tetap. Oleh karena itu Pemerintah pada tahun 1953 mengeluarkan Undang-Undang pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan Konstituante. Dewan Konstituante bertugas untuk menyusun dan menetapkan Undang-Undang tahun 1955 terbentuklah keanggotaan DPR dan Dewan Konstituante hasil pemilu, yang bersidang pada tanggal 10 Nopember 1956, untuk menyusun dan menetapkan undang undang dasar yang baru untuk menggantikan Undang Undang Dasar 1950. Akan tetapi konstituante tidak dapat menyelesaikan tugasnya untuk menyusun dan menetapkan Undang-Undang Dasar yang baru menjadi Undang-Undang Dasar Negara Soekarno menetapkan berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 melalui dekrit Presiden 5 Juli 1959. Yang isi pokoknya menetapkan Pembubaran 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan tidak berlakunya lagi UUD Sementara. Pembentukan MPRS yang terdiri atas anggota DPR ditambah utusan daerah dan golongan serta pembentukan DPAS dalam waktu Presiden mengeluarkan dekrit itu disambut baik oleh masyarakat dan didukung Dengan dikeluarkan dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berdasarkan hukum darurat negara subyektif, mengingat keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan negara dan didukung oleh sebagian besar rakyat Indonesia, maka terjadilah perubahan perubahan yang mendasar dalam ketatanegaraan Indonesia. Perubahan tersebut adalahDibubarkannya konstituante yang dibentuk melalui pemilu dan akan segera dibentuk MPRS, kembali UUD 1945 yang ditetapkan PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tidak berlakunya UUDS yang merupakan hasil perubahan Konstitusi Pelaksanaan sistem pemerintahan presidensil kurun waktu 5 juli 1959 - Sistem Pemerintahan sebelum UUD 1945 mengalami dekrit Presiden 5 Juli 1959 Undang-Undang Dasar 1945 berlaku kembali, Demokrasi yang berlaku adalah demokrasi terpimpin dengan sistem pemerintahan presidensiil, menggantikan demokrasi liberal dengan sistem pemerintahan parlementer. Sistem ini berlaku sampai dengan lahirnya orde baru tahun 1966. Sistem pemerintahan menurut UUD 1945 sudah dibahas pada waktu membicarakan sistem pemerintahan menurut UUD 1945 dalam kurun waktu 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949 yaitu ”sistem pemerintahan Presidensiil” yang telah diganti dengan sistem pemerintahan parlementer atas usul badan pekerja komite nasional Indonesia pusat kepada presiden yang kemudian disetujui berdasarkan maklumat pemerintah tanggal 14 November adanya pergantian sistem ketata negaraan tersebut telah terjadi penyimpangan konstitusional yang sangat prinsipil dalam kurun waktu 1945-1949, Untuk mengetahui penerapan sistem pemerintah menurut UUD 1945 pada tahun 1966 sampai dengan sekarang, marilah untuk melihat periode pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan Pemerintahan menurut UUD 1945 adalah ”presidensial hal tersebut dapat kita simpulkan dari bunyi ketentuan ketentuan sebagai berikut Pasai 41 UUD 1945 ; Presiden RI memegang kekuasaan pemerintah menurut UUD Pasai 17 UUD 1945 ;Presiden dibantu oleh mentri mentri negaraMentri mentri negara diangkat dan diberhentikan oleh presidenMentri mentri itu memimpin departemen pemerintahanDari kedua ketentuan tersebut menunjukkan bahwa UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial. Presiden menjadi kepala eksekutif dan mengangkat serta memberhentikan menteri yang bertanggung jawab sistem pemerintahan ini dilaksanakan dalam praktik ketatancgaraan di Indonesia, dapat kita lihat dalam dalam penjelasan UUD 1945, melalui tujuh kunci pokok, yaitu1. Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum RechtsstaatNegara Indonesia berdasarkan atas hukum Rechtsstaat, tidak berdasarkan atas kekuasan belaka Machtsstaat” Ini mengandung arti bahwa negara di dalamnya Pemerintah dan lembaga-lembaga negara yang lain dalam melaksanakan tindakan-tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum atau harus dapat dipertanggung jawabkan secara Sistem berdasar atas sistem konstitusi hukum dasar tidak bersifat absolutisme kekuasan yang tidak terbatas.Sistem ini memberikan ketegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi, yang dengan sendirinya juga oleh ketentuan ketentuan dan hukum lain yang merupukan produk konstitusi. Dengan demikian sistem ini memperkuat dan menegaskan bahwa UUD 1945 adalah negara yang berdasarkan atas landasan kedua sistem ini yaitu sistem negara hukum dan sistem konstitusional diciptakan sistem mekanisme hubungan tugas dan hukum antara lembaga-lembaga negara yang dapat menjamin terlaksananya sistem ini dan dapat memperlancar pelaksanaan pencapaian cita-cita nasional3. Kekusaan negara yang tertinggi di tangan rakyat dipegang oleh suatu badan bernama MPR, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Majelis ini menetapkan UUD dan menetapkan garis besar haluan negara. Majelis ini mengangkat Kepala Negara Presiden dan Wakil Kepala Negara Wakil Presiden .Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara yang tertinggi sedang Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis. Ia adalah Mandataris dari Majelis, yang wajib menjalankan putusan putusan majelis. Presiden tidak “neben”, akan tetapi “untergeomednet” kepada Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi dibawah majelisDibawah Majelis permusawaratan rakyat, Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab di tangan presiden Consentration and responsibility upon presiden.Ini berarati dalam pemerintahan presidensiil yang dianut oleh UUD 1945 presidensiil sebagai penyelenggara pemerintahan negara tertinggi, dan dengan sendirinya juga pemegang tanggung jawab atas jalannya pemerintahan tersebut serta mempertanggung jawabkannya kepada majelis, bukan kepada badan Presiden tidak bertanggung jawab kepada dewan perwakilan rakyatDisamping presiden adalah dewan perwakilan rakyat, presiden harus mendapat persetujuan dewan perwakilan rakyat untuk membentuk Undang-Undang gesetzgebug dan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara staatsbegroting. Oleh karena itu, presiden harus bekerja bersama-sama dengan dewan akan tetapi presiden tidak bertanggung jawab kepada dewan. Disini semakin nampak jelas bahwa dalam sistem pemerintahan presidensiil yang dianut oleh UUD 1945, Presiden sebagai kepala pemerintahan yang menjalankan pemerintahan negara tertinggi tidak bertanggung jawab kepada DPR tetapi kepada MPR, bahkan harus bekerja sama dengan badan perwakilan rakyat tersebut DPR baik dalam hal pembuatan Undang-Undang maupun dalam menetapkan APBN dan presiden harus mendapatkan persetujuan dari DPR, namun demikian DPR tidak dapat memberhentikan presiden dan juga tidak bisa membubarkan DPR yang ada pada sistem Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab kepada dewan perwakilan mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kepada dewan perwakilan rakyat. Kedudukannya tidak tergantung dari dewan akan tetapi tergantung pada presiden, mereka ialah pembantu presiden. Pernyataan tersebut diatas merupakan bukti nyata bahwa UUD 1945 menganut sistem pemerintahan dan pemberhentian menteri negara adalah menjadi wewenang presiden sepenuhnya dan juga menteri-menteri tersebut tidak bertanggung jawab kepada presiden karena sebagaimana ditentukan oleh UUD 1945 menteri-menteri sebagai pembantu presiden inilah yang menjalankan kekuasaan pemerintahan dibidangnya masing-masing. Inilah yang disebut dengan sistem Kabinet Kekekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas“Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada dewan perwakilan rakyat, ia bukan diktator artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Diatas telah ditegaskan, bahwa ia bertanggung jawab kepada dewan permusyawaratan rakyat kecuali itu ia harus memperhatikan sungguh-sungguh dewan perwakilan dewan perwakilan rakyat adalah kuat, dewan ini tidak dapat dibubarkan oleh presiden berlainan dengan sistem parlementer kecuali itu anggota-anggota dewan perwakilan rakyat semuanya merangkap menjadi anggota-anggota dewan perwakilan rakyat semuanya merangkap menjadi anggota mejelis permusywaratan rakyat. Oleh karena itu dewan perwakilan rakyat dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan presiden dan jika dewan menganggap presiden sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar atau oleh majelis permusyawaratan rakyat, maka majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa supaya bisa minta pertanggungjawaban pada presiden. Menteri-menteri negara bukan pegawai tinggi biasa, meskipun kedudukan menteri negara bergantung pada presiden akan tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa karena menteri-menteri yang terutama menjalankan kekuasaan pemerintahan Pouvair Executief dalam pratik. Sebagai pemimpin departemen, menteri mengetahui seluk beluk hal-hal yang mengenai lingkungan pekerjaanya. Sehubungan dengan itu menteri mempunyai pengaruh besar terhadap presiden dalam menentukan politik negara mengenai departemennya. Memang yang dimaksudkan ialah para menteri itu pemimpin-pemimpin negara. Untuk menetapkan politik pemerintah dan koordinasi dalam pemerintah negara menteri bekerja bersama-sama satu sama lain seerat-eratnya dibawah pimpinan adanya penjelasan-penjelasan mengenai sistim pemerintahan diatas, maka telah tampak jelas bahwa kerangka mekanisme penyelenggaraan pemerintah presidensil menurut UUD 1945 presiden sebagai kepala pemerintahan dibantu oleh para menteri, kekuasaan tidak tak terbatas, justru sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR melalui sidang istimewa apabila menurut anggota DPR yang juga anggota MPR, presiden telah nyata-nyata melanggar Garis Besar Haluan Negara. Mekanisme kerja seperti inilah yang mencegah tindakan presiden sebagai diktator, karena kebijaksanaan atau tindakan presiden itu senantiasa diawasi secara efektif oleh DPR, dengan demikian mekanisme kerja sistem pemerintahan seperti ini dapat menjadi sarana preventatif untuk mencegah sistem konstitusional menjadi absolutisme. UUD 1945 membawakan sifat executive heavy, yakni memberikan kekuasaan yang terlalu besar kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, sehingga kekuasaan yang lain yaitu legislatif dan yudikatif seakan-akan tersubordinasi oleh kekuasaan eksekutif. Tentang hal itu Mahfud MD menyatakan dengan ungkapan “tidak adanya mekanisme checks and balance “Sistem pemerintahan menurut UUD 1945, yang walaupun biasa dikatakan sebagai sistem pemerintahan presidensial, akan tetapi sesungguhnya juga membawakan unsur parlementer. Konkritnya bahwa presiden selaku kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan, presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR, dan DPR tidak dapat menjatuhkan presiden, adalah beberapa indikasi pemerintahan presidential. Akan tetapi manakala kita memperhatikan bahwa presiden harus bertanggungiawab kepada MPR, sedangkan anggota MPR sebagian besar adalah anggota DPR, maka dapat dikatakan bahwa presiden secara tidak langsung bertanggungiawab kepada DPR. Pertanggungjawaban semacam itu tnerupakan indicator dari system pemerintahan parlementer. Oleh karenanya ada yang menyatakan bahwa sistem pemerintahan menurut UUD 1945 adalah sistem quasi presidential. Ketentuan system pemerintahan yang bias semacam itu dapat menciptakan kondisi yang rancu dalam hubungan tata kerja antara lembaga legislatif dan lembaga sebagai lembaga pemegang kedaulatan rakyat. Anggota MPR terdiri dari DPR, utusan daerah dan utusan golongan. Dengan demikian kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang kedudukannya di atas lembaga-lembaga lain termasuk Presiden.Presiden dipilih oleh MPR, Presiden adalah mandataris MPR Presiden memegang jabatan selama waktu lima tahun dan sesudahnya dapat dipilh kembali. Anggota DPR ada yang dipilih melalui pemilu dan ada yang diangkat. Anggota DPR yang diangkat adalah dari TNI/ pusat kurang memberikan kekuasaan yang luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, agar daerah dapat mengembangkan diri sesuai dengan potensinya masing-masing tanpa selalu terikat pada penyeragaman dari pemerintah Sistem pemerintahan RI setelah UUD 1945 mengalami perubahan amandemen sampai dengan yang keempat adalah sebagai berikut Konstitusi Indonesia setelah diamandemen tidak menegaskan secara eksplisit sistem pemerintahannya. Jika mencermati UUD 1945, Indonesia menerapkan sistem Presidensiil yang ditandai oleh beberapa prinsip berikutPresiden memegang kekuasaan menurut dan wakil Presiden merupakan institusi penyelenggara kekuasaan eksekutif Negara tertinggi dibawah UUD. Dalam menjalankan pemerintahan Negara, kekuasaan dan tanggung jawab politik di tangan dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu. Oleh karena itu secara politik Presiden dan wakil Presiden tidak bertanggung jawab kepada MPR atau parlemen, tetapi bertanggung jawab langsung kepada rakyat dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, sesudahnya dapat dipilih kembali dalam masa jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Hal ini adalah untuk membatsi kekuasaan presiden yang kedudukannya dalam system presidensil sangat kuat dan sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas dan wakil presiden dapat dimintakan pertanggung jawaban secara hukum apabila melakukan pelanggaran hukum tertentu. Dalam hal demikian Presiden dan wakil dapat dimintani pertanggung jawaban oleh DPR untuk disidangkan dalam sidang MPR. Namun sebelum disidangkan di MPR, tuntutan pemberhentian Presiden dan wakil yang didasarkan atas pendapat DPR terlebih dahulu harus dibuktikan secara hukum melalui proses peradilan di Mahkamah tidak dapat membekukan atau membubarkan memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan keputusan MA dan presiden memberi amnesty dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden, menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan dan mengenai pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementrian negara diatur dalam UUD. Oleh karena itu para menteri bertanggung jawab kepada presiden, tidak bertanggung jawab kepada parlemen. Kedudukannya tidak tergantung kepada parlemen. Para menteri merupakan pemimpin pemerintahan dalam bidangnya masing masing dan kedudukannya sangat penting dan menentukan dalam menjalankan roda uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa UUD 1945 setelah mengalami perubahan sampai dengan yang keempat menganut sistem pemerintahan presidensiil dengan lembaganya sbbMPR, yang tidak Iagi sebagai lembaga tertinggi negara melainkan sebagai lembaga negara sebagaimana lembaga-lembaga lainnyaDPR sebagai lembaga perwakilan rakyat yang mempunyai fungsi legeslasi membentuk Undang Undang, fungsi anggaran menyusun dan menetapkan APBN, fungsi Pengawasan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UUD, UU, dan peraturan pelaksanaannya.DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara yang mempunyai fungsi pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang tertentu dan pengajuan usul, ikut serta dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan legelasi tertentu misalnya RUU, Pajak, Pendidikan, Agama, otonomi daerah hubungan pemerintah pusat, dan Daerah dst. Presiden sebagai lembaga negara yang menjalankan pemerintahannya dilengkapi dengan hak hak prerogatif hak hak konstitusional yang berkedudukan sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, dan mempunyai kekuasaan di bidang legeslatif bersama DPR untuk mengajukan RUU maupun PERPU. BPK sebagai badan yang bertugas memeriksa pengelolaan dan bertanggung jawab mengenai keuangan Negara, yang hasil pemeriksaannya diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRDMA merupakan salah satu pemegang kekuasaan kehakiman yang berwenang memeriksa, memutuskan permohonan kasasi, sengketa kewenangan mengadili, peninjauan kembali, dan menguji peraturan perundangan dibawah Undang-Undang. Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pemegang kekuasaan kehakiman yang berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dan putusannya bersifat final terhadap pengujian Undang-Undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, pembubaran partai politik dan perselisihan hasil Yudisial yaitu sebuah komisi yang diberi kewenangan mengusulkan pengangkatan hakim agung yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan kewenangannya bebas dari campur tangan dan pengaruh kekuasaan lainnya. Sistem pemerintahan dalam UUD 1945 yang telah diamandemen, pemerintah pusat memberikan kekuasaan yang luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, agar daerah dapat mengembangkan diri sesuai dengan potensinya masing-masing tanpa selalu terikat pada penyeragaman dari pemerintah daerah di beri kesempatan untuk menjalankan otonomi seluas-luasnya, adanya penghargaan dari pemerintah pusat atas keragaman daerah dan kekhususan yang terdapat pada daerah-daerah tertentu, serta pembagian keuangan yang lebih adil antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pengertian Kekuasaan Eksaminatif - Di Indonesia selain kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif juga dikenal tiga lagi kekuasaan negara yaitu kekuasaan konstitutif, kekuasaan eksaminatif atau inspektif, dan kekuasaan moneter. Sehingga di Indonesia ada 6 kekuasaan. Ketiga kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif tersebut termasuk dalam pembagian kekuasaan secara horizonatal. Menurut UUD 1945, secara horizontal pembagian kekuasaan negara dilakukan di tingkat pemerintahan pusat dan daerah. Setelah terjadinya perubahan UUD 1945 pembagian kekuasaan di tingkat pemerintah pusat mengalami pergeseran. Yang dimaksud dengan pergeseran tersebut yaitu pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri dari tiga jenis kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif menjadi 6 kekuasaan legislatif, eksekutif, yudikatif, konstitutif, eksaminatif, dan moneter. Nah dalam pembahasan yang akan kami uraikan dalam artikel ini yaitu tentang pengertian kekuasaan eksaminatif, untuk yang lainnya mungkin kami akan jelaskan di lain waktu. Apa itu kekuasaan eksaminatif? Inilah jawaban tentang apa yang dimaksud kekuasaan eksaminatif itu. Pengertian Kekuasaan Eksaminatif Kekuasaan eksaminatif inspektif yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan BPK sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23E ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksaan Keuangan BPK yang bebas dan mandiri. Demikianlah yang bisa kami jelaskan mengenai definisi Kekuasaan eksaminatif, sekian dari kami atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih. Semoga penjelasan tentang Pengertian Kekuasaan Eksaminatif dalam blog temukan pengertian ini bermanfaat.
ArticlePDF Available Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. CosmoGov Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958 E-ISSN 2540-8674 Oktober 2018 Doi 247 SISTEM PRESIDENSIAL DI INDONESIA Ribkha Annisa Octovina Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Email octovinaa ABSTRAK Saat ini Indonesia menganut sistem presidensial untuk pemerintahannya. Pelaksanaan ini tentu tidak luput dari tiga pembagian kekuasaan atau biasa disebut dengan trias politica legislatif, eksekutif, yudikatif yang lekat dengan sistem presidensial. Sayangnya, praktik presidensial di Indonesia hanya baru terjadi pada pengembangan sistem. Dalam pelaksanaanya, peran presiden semakin kalah dan lemah dibandingkan dengan DPR selaku legislatif. Bahkan pembagian tiga kekuasaan pun tidak absolut seperti trias politica, tetapi terbagi kedalam empat pembagian kekuasaan. Kata kunci sistem presidensial; trias politica; sistem pemerintahan ABSTRACT Currently Indonesia adopts a presidential system for its government. This implementation certainly did not escape from the three power divisions or trias politica legislative, executive, judicative attached to the presidential system. Unfortunately, presidential practice in Indonesia has only occurred in system development. In the implementation, the role of the president is getting lost and weak compared to the DPR as the legislature. Even the division of three powers is not absolute like trias politica, but is divided into four power-sharing. Keywords presidential system; trias politica; governmental system PENDAHULUAN Konstitusi dengan jelas menegaskan ciri-ciri sistem presidensial yang dianut oleh Indonesia. Akan tetapi, kondisi pemerintahan Indonesia saat ini memunculkan pertanyaan mengenai sistem pemerintahan yang dianut oleh Indonesia. Biarpun banyak sistem yang dikembangkan berdasarkan sistem presidensial, seperti misalnya pemilihan umum, Indonesia juga masih menganut beebrapa corak parlementer, seperti sistem multipartai. Menggabungkan aspek presidensial dengan parlementer sebenarnya dapat menimbulkan masalah. Masalah yang mungkin muncul dari penggabungan ini ialah mengenai siapa yang memegang kekuasaan, bila dalam sistem presidensial sangat jelas presiden CosmoGov Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958 E-ISSN 2540-8674 Oktober 2018 Doi 248 sebagai pemegang kekuasaan, tentu berbeda dengan sistem parlementer yang dimana pemegang kekuasaan ada parlemen dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat. Sistem presidensil erat berhubungan dengan trias politica legislatif, eksekutif, yudikatif. Pembagian kekuasaan inilah yang saat ini semakin bias dalam pemerintahan Indonesia. Maka dari itu, dalam tulisan ini saya ingin membahas mengenai 1 Bagaimana pelaksanaan sistem presidensial di Indoensia? Untuk membantu menjawab pertanyaan diatas, maka tulisan ini akan menggunakan konsep sistem presidensial dan teori pembagian kekuasaan. HASIL DAN PEMBAHASAN Ada empat ciri yang menggambarkan sistem presidensial menurut Witman dan Wuest dalam Syafiie, 2011 1. It is based upon the separation of power principles. 2. The executive has no power to disolve the legislature nor must be resign when he loses the supp of the majority of its membership. 3. There is no mutual responsibility between the president and his cabinet, the latter is, wholly responsible to the chief executive. 4. The executive is chosen by the electorate Dengan demikian menurut Witman dan Wuest ciri-ciri dari sistem presidensial adalah sebagai berikut 1. Hal tersebut berdasarkan atas prinsip-prinsip pemisahan kekuasaan. 2. Eksekutif tidak mempunyai kekuasaan untuk membubarkan parlemen juga tidak perlu berhenti sewaktu kehilangan dukungan dari mayoritas anggota parlemen. 3. Dalam hal ini tidak ada tanggung jawab yang berbalasan antara presiden dan kabinetnya, karena pada akhirnya seluruh tanggung jawab sama sekali tertuju pada presiden sebagai kepala pemerintahan. 4. Presiden dipilih langsung oleh para pemilih. Dari uraian diatas, maka dapat dikemukakan beberapa ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial, yaitu 1. Presiden sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan 2. Presiden tidak dipilih oleh badan perwakilan tetapi oleh dewan pemilih dan belakangan peranan dewan pemilih tidak tampak lagi sehingga dipilih oleh rakyat 3. Presiden berkedudukan sama dengan legislatif 4. Kabinet dibentuk oleh Presiden, sehingga kabinet bertanggungjawab kepada presiden 5. Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh badan legislatif, begitupun sebaliknya Presiden tidak dapat CosmoGov Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958 E-ISSN 2540-8674 Oktober 2018 Doi 249 membubarkan badan legislatif. Menurut Sarundajang, 2012, sistem pemerintahan presidensial memiliki kelebihan yaitu pemerintahan yang dijalankan oleh eksekutif berjalan relatif stabil dan sesuai dengan batas waktu yang telah diatur dan ditetapkan dalam konstitusi. Sedangkan kelemahan dari sistem pemerintahan presidensial adalah setiap kebijakan pemerintahan yang diambil merupakan bargaining position antara pihak legislatif dan eksekutif yang berarti terjadi pengutamaan sikap representatif – elitis dan bukan partisipatif – populis. Sistem pemerintahan presidensial memisahkan kekuasaan yang tegas antara lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, sehingga antara yang satu dengan yang lain seharusnya tidak dapat saling mempengaruhi. Menteri-menteri tidak bertanggungjawab kepada Legislatif, tetapi bertanggungjawab kepada Presiden yang memilih dan mengangkatnya, sehingga menteri-menteri tersebut dapat diberhentikan oleh presiden tanpa persetujuan badan legislatif. Pemisahan kekuasaan antara legislatif, eksekutif, yudikatif biasa kita sebut sebagai trias politica. Menurut Montesquieu, ajaran Trias Politica dikatakan bahwa dalam tiap pemerintahan negara harus ada 3 tiga jenis kekuasaan yang tidak dapat dipegang oleh satu tangan saja, melainkan harus masing- masing kekuasaan itu terpisah. Pada pokoknya ajaran Trias Politica isinya tiap pemerintahan negara harus ada 3 tiga jenis kekuasaan yaitu Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif, sebagai berikut a. Kekuasaan Legislatif Legislative Power Kekuasaan Legislatif Legislative Power adalah kekuasaan membuat undang-undang. Kekuasaan untuk membuat undang-undang harus terletah dalam suatu badan khusus untuk itu. Jika penyusunan undang-undang tidak diletakkan pada suatu badan tertentu , maka akan mungkin tiap golongan atau tiap orang mengadakan undang-undang untuk kepentingannya sendiri. Suatu negara yang menamakan diri sebagai negara demokrasi yang peraturan perundangan harus berdasarkan kedaulatan rakyat, maka badan perwakilan rakyat yang harus dianggap sebagai badan yang mempunyai kekuasaan tertinggi untuk menyusun undang-undang dan dinamakan “Legislatifâ€. Legislatif adalah yang terpenting sekali dalam susunan kenegaraan karena undang-undang adalah ibarat tiang yang menegakkan hidup perumahan Negara dan sebagai alat yang menjadi pedoman hidup bagi bermasyarakat dan bernegara. Sebagai badan pembentuk undang- undang, maka Legislatif itu hanyalah berhak untuk mengadakan undang- undang saja, tidak boleh melaksanakannya. Untuk menjalankan undang-undang itu haruslah diserahkan kepada suatu badan lain. Kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang adalah “Eksekutifâ€. CosmoGov Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958 E-ISSN 2540-8674 Oktober 2018 Doi 250 b. Kekuasaan Eksekutif Executive Power Kekuasaan “Eksekutif†adalah kekuasaan untuk melaksanakan undang- undang. Kekuasaan melaksanakan undang-undang dipegang oleh Kepala Negara. Kepala Negara tentu tidak dapat dengan sendirinya menjalankan segala undang-undang ini. Oleh karena itu, kekuasaan dari kepala Negara dilimpahkan didelegasikan kepada pejabat-pejabat pemerintah/Negara yang bersama-sama merupakan suatu badan pelaksana undang-undang Badan Eksekutif. Badan inilah yang berkewajiban menjalankan kekuasaan Eksekutif. c. Kekuasaan Yudikatif atau Kekuasaan Kehakiman Yudicative Powers Kekuasaan Yudikatif atau Kekuasaan Kehakiman Yudicative Powers adalah kekuasaan yang berkewajiban mempertahankan undang-undang dan berhak memberikan peradilan kepada rakyatnya. Badan Yudikatif adalah yang berkuasa memutus perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap pelanggaran undang-undang yang telah diadakan dan dijalankan. Walaupun pada hakim itu biasanya diangkat oleh Kepala Negara Eksekutif tetapi mereka mempunyai kedudukan yang istimewa dan mempunyai hak tersendiri, karena hakim tidak diperintah oleh Kepala Negara yang mengangkatnya, bahkan hakim adalah badan yang berhak menghukum Kepala Negara, jika Kepala Negara melanggarnya. Lembaga negara atau lembaga pemerintah dalam sistem pemerintahan republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Sesudah Amandemen ada 7 tujuh yaitu MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA dan MK. Nyatanya, di Indonesia pembagian kekuasaan tidak murni terbagi kedalam tiga kekuasaan. Ada pemabagian kekuasaan keempat yang disebut kekuasaan eksaminatif, yaitu kekuasaan terhadap pemeriksaan keuangan negara. Kekuasaan eksaminatif di Indonesia berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sesudah amandemen adalah BPK. Disamping pembagian kekuasaan yang kurang sesuai dengan trias politica, kelemahan dari sistem presidensial belum juga terselesaikan dalam pemerintahan Indonesia. Hal ini terlihat dari peran presiden yang semakin melemah, sementara DPR semakin berperan dalam pemerintahan. Salah satu kasus yang paling mencolok baru-baru ini adalah pengesahan UU MD3 oleh DPR yang tidak ditandatangani presiden. Pemerintah Indonesia memang memiliki peraturan mengenai pengesahan undang-undang yang tertuang dalam UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundnag-Undangan. UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ini mengatur presiden harus menandatangani UU dalam waktu 30 CosmoGov Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958 E-ISSN 2540-8674 Oktober 2018 Doi 251 hari setelah disahkan DPR. Undang-Undang tetap akan berlaku apabila Presiden tidak menandatangani dalam kurun waktu tersebut. Peraturan ini tentu mencacatkan sistem presidensial yang seharusnya. KESIMPULAN Setelah pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaansistem presidensial di Indonesia masih memiliki banyak kekurangan. Pembagian kekuasaan nampaknya tidak berlaku seimbang, dan terkesan dimanfaatkan segelintir pihak. Sistem presidensial sebenarnya sangat relevan dipraktikan di Indonesia bila melihat karakteristik bangsa dan negara, sayangnya pada praktiknya masih jauh dari kata cukup. DAFTAR PUSTAKA Budiardjo, Miriam. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta Gramedia Pustaka Sarundajang. 2012. Babak Baru Sistim Pemerintahan. Jakarta Kata Hasta Pustaka Syafiie, 2011. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung PT. Refika Aditama ... Sistem presidensial memiliki beberapa ciri-ciri yaitu a Presiden sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan, b Presiden tidak dipilih dan diangkat oleh parlemen tetapi oleh dewan pemilih namun belakangan ini peranan dewan pemilih tidak terlihat lagi sehingga dipilih oleh rakyat, c Presiden dan legislatif memiliki kedudukan yang setara, d kabinet dibentuk oleh Presiden sehingga tanggung jawab kabinet hanya kepada Presiden, e Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh badan legislatif, begitu juga sebaliknya Presiden tidak dapat menjatuhkan badan legislatif Octovina, 2018. Presiden yang dipilih oleh rakyat secara langsung berimplikasi pada tanggung jawab Presiden. ...This study aimed to analyze legal politics and determine the broad guidelines of state policy based on the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. This study was included in the type of legal study with a statutory approach, a conceptual approach, and a historical approach. The People's Consultative Assembly did not establish the main points of state policy. However, they were jointly formed by the President, the People's Representative Council, and the Regional Representatives Council because the People's Consultative Assembly was no longer located as the highest state institution. The construction of the broad state policy guidelines, designed by the candidate for President or Vice President and his coalition before the general election, was then ratified into law if it had been elected as President. The regulatory period for the state law was designed for five years to make the legal norms more concrete.... 15 Pembagian kekuasaan pada masing-masing lembaga dan lembaga tersebut dipilih langsung oleh rakyat menjadikan sistem pemerintahan presidensial dianggap cukup ideal untuk mewakili kepentingan rakyat dan mampu untuk dikontol secara langsung oleh rakyat. Sistem presidensial selalu berkaitan dengan trias politica 16 , sehingga adanya pemisahan kekuasaan tersebut harus juga dengan diperkuat oleh legalitas keseimbangan antara rakyat, lembaga eksekutif maupun legislatif melalui pemilihan umum. 17 Pandangan lain seperti yang disampaikan Hanta Yuda, bahwa sistem pemerintahan presidensial kekuasaan terpusat pada lembaga eksekutif dengan basis legitimasi berasal dari rakyat bukan dari legislatif atau parlemen. ...Sultoni FikriAnang Fajrul Ukhwaluddin-This paper describes a comparison related to the presidential government system in the Unitary State of the Republic of Indonesia and the State of the Islamic Republic of Iran. Some of the basic reasons that make the writer interested in discussing presidential government systems are the existence of standard rules or at least oriented to the United States presidential government system, but in practice, the system tends to follow the conditions of the socio-political-cultural structure that exists in each country. While the background why the author chose Indonesia and Iran to be compared, at least based on several factors. First, related to the history of upheaval in each country, Indonesia has experienced a period of reform and Iran has experienced a period of revolution. Second, Indonesia and Iran are both countries with a majority Muslim population, and Iran makes Islamic values ??the basis of state life. Meanwhile, in Indonesia, Islamic values ??are not fully used as the basis of the state, considering that Indonesia is a diverse country in terms of religion and culture. Third, Indonesia and Iran both use a presidential system of government, but Indonesia and Iran can combine the rules of a presidential government system with the conditions of the socio-political-cultural structure that exist in each country. This research is research using the statutory approach, conceptual approach, and comparative approach. As a result, there are differences in the implementation of presidential government systems in Indonesia and Iran in several indicators. This is very reasonable because the system of government in a country must adapt to the socio-political historical conditions that exist in both Indonesia and Iran. Indonesia, Iran, presidential masyarakat hukum adat, tanah ulayat merupakan suatu kesatuan yang tak dapat terpisahkan yang memiliki sifat religio-magis. Keberadaannya telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Namun, seiring berjalannya waktu keberadaan masyarakat hukum adat dan tanah ulayat tergerus oleh perkembangan globalisasi akibat pertambahan penduduk dan pembangunan infrastruktur yang masif. Dengan demikian perlu suatu upaya pembaharuan hukum agraria yang dimaknai sebagai penataan atas penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan P4T atau dimaknai sebagai sumber-sumber agraria menuju struktur P4T yang berkeadilan dengan langsung mengatasi pokok persoalannya melalui reforma agraria. Dalam hal ini, pemerintah perlu melakukan upaya harmonisasi aturan yang ada berkaitan dengan pertanahan, hukum adat dan masyarakat hukum Agritama S W MadjidThe 1945 Constitution of the Republic of Indonesia mandates that it is necessary to have Ministers to assist the President in carrying out his executive duties. The logical consequence is that the President has the prerogative to determine the formation of the structure of Ministers in their cabinet. Historically, the President’s prerogative has problems such as the uncertainty of the number and type of Ministries which resulted in the cabinet being unable to run effectively and efficiently in carrying out the functions. The State Ministry Law exists to regulate how the formation, change, and dissolution of State Ministries, so that there are limits to the President’s power to determine the structure of Ministries in the cabinet in order to support the effectiveness of the running of government. This study intend to examine how the legal politics of the existence of restriction on the President’s prerogative in determining the structure of their cabinet based on The State Ministry Law. The type of research used in this study is normative juridical with the library research method. The data source used is secondary data which includes primary, secondary, and tertiary legal materials. The results of this study is describe that The State Ministry Law has a responsive character because of the process of forming The State Ministry Law occurs through a democratic political configuration. Regarding the legal politics, the limitation of President’s prerogative in forming Ministries is aimed at strengthening the mechanism of checks and balances and strengthening the presidential system. Keywords Politics of Law, Prerogatives, President, Ministry UUD 1945 mengamanatkan bahwa perlunya keberadaan Menteri untuk membantu Presiden dalam melaksanakan fungsinya di ranah ekesekutif. Konsekuensi logis dari hal tersebut adalah adanya hak prerogatif dari presiden untuk menentukan pembentukan struktur kementerian dalam kabinetnya. Dalam praktiknya hak prerogatif Presiden tersebut menuai problem, seperti tidak menentunya jumlah dan jenis kementerian yang berakibat pada tidak dapatnya berjalan efektif dan efisien suatu kabinet dalam menjalankan fungsinya. UU Kementerian Negara hadir sebagai upaya untuk mengatur bagaimana pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara, sehingga terdapat batasan terhadap kekuasaan presiden untuk menentukan struktur kementerian dalam kabinet dalam rangka menunjang efektifitas jalannya pemerintahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana politik hukum dari adanya pembatasan hak prerogatif Presiden dalam menentukan struktur kabinetnya berdasarkan UU Kementerian Negara. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu yuridis normatif dengan dengan menggunakan pendekatan konstitusional dan peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini menguraikan bahwa UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara memiliki karakter yang responsif karena proses pembentukan UU a quo terjadi melalui konfigurasi politik yang demokrasi. Terhadap politik hukum pembatasan hak prerogatif presiden dalam pembentukan kementerian adalah bertujuan untuk memperkuat mekanisme check and balances dan memperkuat sistem presidensial. Kata Kunci Politik Hukum, Hak Prerogatif, Presiden, Kementerian Putu Gede Arya Sumerta YasaThe purpose of this research is to determine how the form of the presidential system adopted by Indonesia and to compare the presidential system in Indonesia with several countries such as the United States, South Korea and the Philippines. The research method used in this study is a normative legal research which used statute approach, conceptual approach, and comparative approach to examine the vacuum of norm regarding the presidential system in Indonesia. The results show that Indonesia adheres to non pure presidential system, namely a quasi-presidential system which is indicated by the horizontal relationship between state institutions. In the implementation of the presidential government system, every country has different characteristics so that it undergoes modifications depending on the situation and conditions of the country that adheres to it. When Indonesian presidential system compared with the United States, South Korea and the Philippines, it will show the special characteristics and weaknesses of each country. The indicators used in comparing presidential systems in several countries are the form of the presidential system, special characteristics, and weaknesses which in general are excess power in the failure of the de-radicalization program in prisons is evidenced by the high recidivation of terrorism convicts who have launched their actions again. This failure was due to the lack of coordination between stakeholders, namely the Director-General of Social Affairs Dirjenpas and the BNPT. Government Science sees that there have been sectoral egos between institutions. This study aims to examine the implementation of deradicalization in prisons and to skin sectoral egos in its implementation. This research methodology uses qualitative descriptive, namely the translation through words, by conducting interviews from September to October 2020. The results show that there is a reluctance of the Director-General of Social Affairs to use the concept of deradicalization and prefers to use the concept of guidance owned by the Director-General of Social Affairs itself. This reluctance was based on the negative stigma of using deradicalization and the feeling that BNPT had never coordinated to coordinate deradicalization. The sectoral ego is the result of not being carefully defined by radicalism and terrorism. Each state institution and the general public have their own definitions, resulting in differences in concept resulting in differences in program design and has not been able to resolve any references for this publication.
- Lembaga di Indonesia secara horizontal terdiri atas 6 macam, salah satunya ada lembaga eksaminatif yang kerap disapa juga sebagai lembaga Inspektif. Berdasarkan ungkapan Dedi Bustami dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2019, salindia 16-17, disebut bahwa kekuasaan eksaminatif merupakan kuasa yang punya hubungan dengan penyelenggaraan-pemeriksaan keuangan negara. Hal yang diperiksa terkait pengelolaan hingga tanggung jawab masalah keuangan nasional. Keterangannya diatur oleh Pasal 23 E ayat 1 Undang-Undang Dasar UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lantas, siapa yang bertanggung jawab dalam lembaga eksaminatif dan apa fungsi dari lembaga ini? Penanggung Jawab Lembaga Eksaminatif Menurut Pasal 23 E ayat 1 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Badan Pemeriksaan Keuangan BPK diatur sebagai lembaga yang menjalankan tanggung jawab lembaga eksaminatif/inspektif. Berikut ini bunyi pasal 23 E ayat 1 UUD 1945, dilansir dari situs DPR RI. "untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri" Upaya pemeriksaan yang dilakukan BPK bertujuan untuk menciptakan pengelolaan keuangan yang baik. Salah satu contoh kewenangan BPK dalam melakukan pemeriksaan terjadi pada laporan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah APBD. Hal ini diatur lewat Pasal 31 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Di dalamnya tertulis bahwa pemerintah daerah mesti membuat laporan keuangan daerah. Setelah laporan tersebut dibuat, akan diperiksa oleh pihak BPK. Fungsi Lembaga Eksaminatif/Inspektif Secara garis besar, BPK mempunyai fungsi atau tugas sebagai pemerika pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Hal ini dilakukan mulai dari tingkat pemerintah pusat, daerah, Bank Indonesia, BUMN Badan Usaha Milik Negara, BUMD Badan Usaha Milik Daerah, hingga lembaga atau badan negara lainnya. Ketika menjalankan fungsinya, BPK sebagai lembaga eksaminatif bisa meminta keterangan atas berbagai penemuan hasil pemeriksaan. Selain itu, pihak ini juga memiliki kewenangan fungsi untuk menentukan siapa yang diperiksa, melakukan perencanaan kegiatan, pemeriksaan, sampai merumuskan hasil pemeriksaannya. Wewenang lain yang boleh dilakukan lembaga eksaminatif adalah meminta dokumen penting yang berisi keterangan keuangan negara. Hal ini bisa dilakukan olehnya baik kepada lembaga, badan, atau individu-individu tertentu yang memang berkaitan. Terakhir, ada juga fungsi BPK sebagai pemeriksa tempat menyimpannya uang atau barang-barang milik negara. Pemeriksaan tersebut juga berlaku di lokasi penyelenggaraan kegiatan hingga pembukuan yang melibatkan keuangan negara. Berikut ini fungsi-fungsi lembaga eksaminatif jika disajikan melalui daftar. Memeriksa pengelolaan serta tanggung jawab perihal keuangan negara. Menentukan objek yang diperiksa, mulai dari tingkat pusat, bank nasional, BUMN, BUMD, yang masih punya hubungan dengan keuangan negara. Meminta dokumen penting terkait keuangan kepada individu, lembaga, atau badan, yang memang masih berhubungan dengan keuangan negara. Memeriksa tempat pelaksanaan, tempat penyimpanan, pembukuan, dan berbagai eksekusi lain yang melibatkan keuangan negara. Baca juga Pengertian Industri Keuangan Non-Bank dan Contohnya di Indonesia BPK RI Wajibkan Pemerintah Umumkan Laporan Keuangan di Media Massa Mencari Bentuk Ideal Lembaga Perlindungan Data Pribadi Amanat UU - Pendidikan Kontributor Yuda PrinadaPenulis Yuda PrinadaEditor Dhita Koesno
kekuasaan eksaminatif dalam sistem pemerintah indonesia dijalankan oleh